Jumat, 22 Oktober 2010

ILMU, TEKNOLOGI DAN TEKNOLOGI PERTANIAN

ILMU, TEKNOLOGI DAN TEKNOLOGI PERTANIAN
Oleh : Dr. Ir. Tri Yanto, M.T.


I.              PENGERTIAN ILMU

            Ilmu atau”sains” adalah pengetahuan tentang fakta-fakta, baik natura atau sosial, yang berlaku umum dan sistematik.  Karena ilmu berlaku umum, maka darinya dapat disimpulkan pernyataan-pernyataan yang didasarkan pada beberapa kaidah umum pula.  Ilmu tidak lain dari suatu pengetahuan yang sudah terorganisir serta tersusun secara sistematik menurut kaidah umum (Nazir, 1988).
            Menurut The Liang Gie (1997) ilmu mengarah pada berbagai tujuan.  Tujuan-tujuan yang ingin dicapai atau dilaksanakan itu dapat secara teratur diperinci dalam urutan berikut:
-          pengetahuan (knowledge)
-          kebenaran (truth)
-          pemahaman (understanding, comprehension, insight)
-          penjelasan (explanation)
-          peramalan (prediction)
-          pengendalian (control)
-          penerapan (application, invention, production)
Ilmu diperkembangkan oleh para ilmuwan untuk mencapai kebenaran atau memperoleh pengetahuan.  Dari kedua hal itu, ilmu diharapkan dapat pula mendatangkan pemahaman kepada manusia mengenai alam semestanya, dunia sekelilingnya, atau bahkan juga mengenai masyarakat lingkungannya dan dirinya sendiri.  Berdasarkan pemahaman itu ilmu dapat memberikan penjelasan tentang gejala alam, peristiwa masyarakat, atau perilaku manusia yang perlu dijelaskan.  Penjelasan dapat menjadi landasan untuk peramalan yang selanjutnya bisa merupakan pangkal bagi pengendalian terhadap sesuatu hal (The Liang Gie, 1997).
Menurut Suriasumantri didalam Saefudin (1991), ilmu merupakan suatu pengetahuan yang mencoba menjelaskan rahasia alam agar gejala alamiah tersebut tidak lagi merupakan misteri.  Penjelasan ini akan memungkinkan kita untuk meramalkan sesuatu yang akan terjadi, dan dengan demikian memungkinkan kita untuk mengontrol gejala tersebut.  Untuk itu ilmu membatasi ruang jelajah kegiatanannya pada daerah pengalaman manusia.  Artinya, obyek penelaahan keilmuan meliputi segenap gejala yang dapat ditangkap oleh pengalaman manusia lewat pancainderanya.
Untuk menjelaskan rahasia alam tersebut, ilmu menafsirkan realitas obyek penelaahan sebagaimana adanya (das sein), yang terbebas dari segenap nilai yang bersifat praduga.  Secara ontologi keilmuan berlandaskan pada lingkup penelaahan yang bersifat empiris, dengan penafsiran metafisik yang bersifat bebas nilai.
Secara epistemologi ilmu memanfaatkan dua kemampuan manusia dalam mempelajari alam, yaitu pikiran dan indera.  Epistemologi keilmuan pada hakikatnya merupakan gabungan antara berpikir secara rasional dan berpikir secara empiris.  Kedua cara berpikir tersebut digabungkan dalam mempelajari alam untuk menemukan kebenaran.


II. PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP TEKNOLOGI

Kelahiran teknologi seiring dengan kebudayaan manusia prasejarah, antara lain berupa pembuatan alat untuk berburu (dari batu, kemudian berkembang dari logam).  Selanjutnya, pada peradaban bertani, antara lain dikenalkan dan dikembangkan alat pengolah tanah, kincir pengangkut air.  Di beberapa masyarakat, seperti Cina dan India, sejak ribuan tahun yang lalu telah dikenal teknik pembuatan keramik dari tanah liat.  Piramida dan kuburan raja di Mesir, candi penyembahan matahari di Amerika Selatan, candi di India dan Nusantara, adalah sejumlah contoh teknologi yang diterapkan untuk konstruksi bangunan dari tanah dan/atau batu.
Senjata dan peralatan perang merupakan salah satu teknologi yang mewarnai peradaban Eropa sebelum abad pertengahan.  Pada perkembangan Islam di Jazirah Andalusia, Spanyol, sepanjang Reconquista (pendudukan) abad ke 7-12 merupakan era keemasan kemajuan ilmu dan teknologi.  Sistem irigasi menggunakan parit “terbang”, penyulingan bahan menguap, alat operasi untuk kedokteran, serta alkemi banyak ditemukan pada era ini (Hassan, 1983).  Peradaban ilmu dan teknologi Islam ini diadopsi dan dikembangkan oleh bangsa Eropa yang mencapai puncaknya pada masa Renaisance, abad ke-17, yang dianggap sebagai titik awal revolusi ilmu, dengan diterapkannya kaidah atau metode ilmiah untuk mengkaji fenomena-fenomena alam.
Penemuan mesin uap oleh James Watt di Inggris pada abad ke-18 sebagai awal revolusi industri menandai diawalinya penerapan mesin (mekanisasi) untuk kegiatan produksi yang menggantikan daya manusia dan hewan.  Temuan Watt merupakan contoh penerapan ilmu fisika dan merupakan tonggal lahirnya profesi teknik/rekayasa mesin (mechanical engineering).
Bermula dari revolusi industri, sejarah perkembangan manusia dipenuhi oleh berbagai temuan ilmu dan teknologi, dari kimia (abad ke-19), biologi yang pada abad ke-20 diwarnai bioteknologi.  Informasi cyber, bioteknologi, nanoteknologi, dan transgenic adalah sederetan contoh teknologi yang mewarnai kehidupan masyarakat pada abad ke-21.  Hampir semua aspek kehidupan kita sepanjang 24 jam sehari kini tak luput dari penggunaan teknologi.

A.    Pengertian Terknologi
Teknologi diartikan sebagai barang yang dihasilkan oleh kegiatan manusia.  Pengertian ini adalah definisi paling sempit dari teknologi, yang sesuai dengan akar katanya berasal dari Bahasa Yunani; teche, seni kerajinan dan logia, perkataan (Calder, 1982).  Barang buatan itu tidak hanya untuk keperluan mempertahankan hidup sehari-hari, melainkan juga berfungsi sebagai sarana keagamaan dan pengungkapan rasa seni.
Teknologi dapat dilihat atau diartikan dari proses kegiatan manusia yang menjelaskan kegiatan pembuatan suatu barang buatan tersebut.  Kegiatan manusia menghasilkan barang itu dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu membuat dan menggunakan.  Membuat merupakan kegiatan merancang dan menciptakan suatu barang buatan, sedangkan menggunakan adalah melakukan kegiatan sesuai dengan fungsi suatu barang yang telah dibuat (Gie,1996).  Sementara Poppy dan Wilson (1973) mengartikan teknologi sebagai kegiatan manusia dalam merencanakan dan menciptakan benda-benda yang bernilai praktis.
Konsep ketiga mengenai teknologi adalah sebagai kumpulan pengetahuan.  Banyak sekali definisi yang dibangun dan dikembangkan untuk memberi arti teknologi sebagai suatu pengetahuan dan beberapa di antaranya penting disajikan pada paparan berikut.
Teknologi sebagai bidang yang memanfaatkan penemuan-penemuan ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah praktis (Lachman, 1980).  Teknologi merupakan pengetahuan teratur tentang proses-proses industri dan penerapannya (Laedes, 1974).  Teknologi sebagai sebuah pengetahuan teknik.
Secara lebih lengkap , Tiedel (1981) memberi batasan teknologi sebagai kumpulan berbagai kemungkinan produksi, teknik, metode, dan proses yang dengannya sumber-sumber daya secara nyata diubah oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Pengertian teknologi yang lebih komprehensif diberikan oleh APPCT-Economic and Social Council for Asia and The Pacific/ESCAP (Anonim, 1989), yaitu merupakan seluruh kemampuan, peralatan, dan tata kerja seta kelembagaan yang diciptakan untuk bekerja secara lebih efektif dan lebih efisien. 
Dalam pengertian ini teknologi terdiri atas unsur yang terkandung dalam diri manusia dalam bentuk ilmu pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku, serta etos semangat kerja (humanware), teknologi yang terkandung dalam mesin dan peralatan produk serta barang buatan manusia (technoware), teknologi yang terkandung dalam kelembagaan yang diciptakan  manusia, seperti organisasi, manajemen, tata cara, aturan dan undang-undang (organoware), serta teknologi yang terkandung dalam dokumen yang memuat informasi gambar, rumus, paten, majalah, disket, tape, dan lain-lain (infoware).
Arti harfiah teknologi adalah segala daya upaya yang dapat dilaksanakan oleh manusia untuk mendapatkan taraf hidup yang lebih baik.  Dari definisi tersebut diketahui bahwa tujuan akhir dari penggunaan teknologi adalah kesejahteraan hidup, tetapi teknologi juga seringkali berdampak negatif bagi suatu usaha, sistem, atau lingkungan.  Sebagai contoh, eksploitasi hutan dengan menggunakan teknologi mekanis sehingga dapat dilakukan dengan cepat dan dalam ukuran yang sangat luas dapat merugikan ekosistem hutan itu sendiri, bahkan dapat merugikan wilayah lain yang bertetangga dengan daerah hutan tersebut.  Padahal, harapan dampak positif dari eksploitasi hutan maupun pembukaan lahan hutan menjadi wilayah perkebunan adalah meningkatkan taraf hidup masyarakat di sekitarnya. 
Dalam hal ini, penggunaan suatu teknologi dalam agribisnis selalu memiliki trade off yang harus dipertimbangkan.  Pemilihan suatu teknologi hendaknya berdasarkan trade off yang paling minimal.
            Terlepas dari sifat positif dan negatif tersebut diatas, teknologi diperoleh melalui suatu proses yang dikembangkan oleh manusia (yang memiliki ilmu pengetahuan dan pengalaman yang cukup).  Berkaitan dengan hal tersebut, Tjakraatmadja (1997) mengemukakan lima sifat pokok teknologi yang perlu dipahami, seperti diuraikan dibawah ini.
  1. Ilmu pengetahuan dan praktik/percobaan merupakan prasyarat untuk tumbuh dan berkembangnya teknologi.  Teknologi yang dikuasai akan makin berkembang jika sudah terbagi dan termanfaatkan.  Jika ilmu pengetahuan, seperti biokimia, mikrobiologi, genetika, dan biomolekuler dikuasai dengan baik, maka hal tersebut merupakan pintu gerbang menuju penguasaan bioteknologi.
  2. Teknologi dapat berupa kompetensi yang melekat pada diri manusia (human embedded technology), dapat berwujud fisik yang melekat pada mesin dan peralatan (object embedded technology), serta informasi yang diwadahi oleh sistem dan organisasi (document embedded technology).  Teknologi dibutuhkan oleh manusia, baik berupa benda fisik, keahlian dan keterampilan maupun berupa dokumen informasi (seperti buku, jurnal, dan majalah).        
  3. Teknologi tidak memberikan nilai guna jika tidak diterapkan (tidak terbagi dan terpakai secara tepat guna).  Sebagai contoh, pada decade 1980-an Indonesia pernah mengimpor traktor yang digunakan untuk mengolah lahan sawah yang luas.  Setelah tiba di Indonesia, alat tersebut ternyata tidak dapat digunakan karena ukuran lahan sawah di pulau Jawa kecil-kecil, sedangkan lahan sawah di luar pulau Jawa walaupun luas tetapi sangat sedikit jumlahnya.  Dengan demikian, traktor dalam kapasitas besar tersebut tidak berdaya guna dan tidak tepat sasaran.
  4. Sebagai salah satu asset perusahaan, teknologi dapat ditemukan, dikembangkan, dibeli, dijual, dicuri, atau tidak bernilai guna jika teknologi yang dimiliki sudah kadaluwarsa.  Hal ini menunjukkan bahwa teknologi bersifat dinamis dan mempunyai siklus hidup yang sama dengan siklus hidup produk.  Oleh karena itu, perlindungan yang diberikan terhadap suatu teknologi harus memadai, terutama dalam hal perlindungan paten atau hak cipta.
  5. Umumnya teknologi dugunakan untuk kesejahteraan masyarakat atau meningkatkan kualitas hidup manusia.  Dengan demikian teknologi merupakan faktor penting dalam mengembangkan ekonomi suatu wilayah.

Menurut Sharif (1993), teknologi terdiri atas perangkat keras (hardware), perangkat manusia (humanware), perangkat informasi (inforware), dan perangkat organisasi (orgaware).  Komponen teknologi di atas diperlukan pada proses transformasi input menjadi output dalam suatu kegiatan.
Dengan bantuan teknologi, manusia cenderung mempunyai banyak pilihan dalam mengembangkan bidang-bidang yang diminatinya.  Salah satunya, pilihan yang dapat ditawarkan untuk pengembangan agroindustri (Hubeis, 1993), yakni;
  1. jenis teknologi, prospek, cara penerapan, dan pasar
  2. jumlah modal yang harus ditanamkan (biasanya disesuaikan dengan besar kecilnya skala usaha yang akan dilaksanakan).
  3. Cara penanaman modal, baik melalui penanaman modal asing (PMA), penanaman modal dalam negeri (PMDN), atau non PMA-PMDN
  4. Produk dan nilai tambahnya.
Selain itu, Hubeis (1993) juga melakukan pembagian tipologi teknologi kedalam empat kelompok teknologi, yaitu:
  1. teknologi standar dengan sistem produksi standar, peralatan standar, dan pekerja kualifikasi sedang (contoh; susu pasteurisasi, sirup, dan selai buah-buahan skala menengah)
  2. teknologi mutakhir dengan sistem produksi kompleks, peralatan kompleks, dan pekerja berkualifikasi tinggi (contoh; industri makanan dan minuman kaleng, kultur jaringan, dan industri kertas)
  3. teknologi tradisional dengan sistem produksi standar, peralatan tidak banyak, dan pekerja kurang berkualifikasi (contoh; home industry gula merah batok, kerupuk sagu, dan ikan asin)
  4. teknologi transisi dengan sistem produksi standar, peralatan sederhana sampai modern, dan pekerja kurang berkualifisasi (contoh; industri temped an tahu skala menengah, industri pakan ternak, dan nata de coco skala menengah).
Pembagian tipologi teknologi tersebut akan semakin jelas bila digambarkan dalam bentuk hubungan antara teknologi produk dan teknologi proses.  Teknologi standar biasanya disesuaikan dengan permintaan pasar khusus, sehingga berbagai inovasi yang dilakukan harus cepat bereaksi terhadap permintaan pasar, baik dari segi inovasi bahan baku, cita rasa, daya tahan produk, dan sebagainya.  Adapun teknologi sederhana dan teknologi mutakhir merupakan dua kutub teknologi yang saling bertolak belakang.  Teknologi tradisional sangat sedikit terkena sentuhan teknologi, sedangkan teknologi mutakhir sangat mengikuti perkembangan teknologi yang ada.

B. Ilmu, Ilmu Rekayasa dan Teknologi
Pada masyarakat kuno dan tradisional teknologi dihasilkan semata-mata atas kreasi manusia tau masyarakat untuk memecahkan masalah yang dihadapi, tanpa melalui tahapan ilmiah.  Sebaliknya, dalam masyarakat modern atau untuk pemecahan masalah yang kompleks, pengenalan atau penemuan teknologi tidak dapat lagi semata bergantung atas naluri atau intuisi manusia.  Tahapan atau kegiatan keilmuan atau ilmiah secara sistematis mutlak diperlukan untuk lahirnya teknologi.  Ilmu-ilmu dasar (sains) diperlukan atau diterapkan untuk pemecahan masalah ala mini.
Beberapa ilmu dasar inilah yang kita kenal dengan ilmu teknik atau rekayasa (engineering).  Rekayasa yang diterapkan untuk masalah praktis itu selanjutnya sebagaimana diungkapkan pada paparan sebelumnya, kita kenal dengan teknologi.  Sebagai contoh, teknologi pembuatan suatu makanan adalah didasarkan atas teknik (rekayasa) kimia.  Teknik kimia sendiri merupakan ilmu terapan mengenai suatu perubahan (transformasi) suatu bahan menjadi bahan lain melalui reaksi kimia.
Perkembangan ilmu-ilmu alam (sains) saat ini dapat dirunut dari era peradaban Yunani kuno, sekitar 6000 SM, peradaban Mesir dan Babilonia, serta India.  Berlainan dengan peradaban Timur, pada peradaban Yunani mengenal dan menyebut tokoh-tokoh yang terlibat beserta penjelasan yang disampaikan.  Ilmu, sebagaimana kita kenal seperti sekarang ini bermula dari kegiatan rasional yang telah dikenal oleh masyarakat Yunani, yaitu penyelidikan tentang fenomena alam, peri physeos historia (pada perkembangan berikutnya, kita kenal sebagai fisika, ilmu kealaman, DM), phylosophia, filsafat, theoria, perekaan dan episteme, serta pengetahuan (Gie, 1998).
Thales (625-545 SM) sebagai “ilmuwan” pertama Yunani, memperkenalkan ilmu perbintangan (astronomi) dan filsafat kosmologi serta fisika.  Nama besar Plato (427-347 SM) dan Aristoteles (382-322 SM) tak dapat dipisahkan  dengan pengembangan filsafat, metafisika, dan logika.  Matematika, sebagai bidang ketiga tergolong rumpun teoritis yang digunakan untuk pemecahan masalah sehari-hari.  Phytagoras (578-510 SM) adalah pelopor ilmu ukur.
Sampai abad ketujuh, paham ilmu mengenai alam semesta didasarkan atas kepercayaan bahwa bumi menjadi pusat alam semesta (geosentris) sebagaimana dikenalkan oleh Aristoteles.  Galileo Gelilei (1564-1642) mengubah kepercayaan itu dengan melontarkan pendapat dan pembuktian bahwa pusat alam semesta bukanlah bumi, melainkan matahari (heleosentris).  Galileo mengembangkan teleskop dan melakukan percobaan pada dinamika, menemukan satelit Jupiter, dan menyimpulkan bahwa bumi berputar mengelilingi matahari.  Pendapat itu tentu saja tidak dapat diterima oleh gereja yang meyakini faham geosentris.
Perkembangan ilmu (alam) abad ke-17 tidak lengkap tanpa  menorehkan nama Issac Newton (1642-1727) dengan karya Phisosophie Naturalis Principie Mathematica (Mathematical Principles of Natural Phylosophy),  dengan mengembangkan hukum-hukum alam; gaya tarik, gaya gerak (dinamika).  Francis Bacon (1561-1626), tokoh lain yang memperkenalkan arti penting percobaan untuk pembuktian kebenaran (induksi).  Cita-cita Bacon mengenai  perlu adanya sekolah (college) untuk para penemu, yang dilengkapi dengan laboratorium, workshop, dan perpustakaan pada perkembangan kemudian di kerajaan Inggris, mendorong berdirinya The Royal Society, sebuah  lembaga kerajaan tertinggi yang berwenang dalam pengembangan ilmu.
Ilmuwan Perancis, Rene Descartes (1596-1650) merupakan peletak dasar pembuktian kebenaran ilmiah dengan cara deduktif.  Karyanya dibidang geometrika koordinat telah menyatukan aljabar dan geometri yang semula terpisah menjadi satu kesatuan.

Sampai abad ke-20 hampir perkembangan ilmu didominasi oleh fisika sehingga dapat dikatakan masa itu sebagai era Fisikan, sebagai raja ilmu fisika-seakan tak terkalahkan oleh ilmu lain.  Albert Einstein (1879-1955) dengan teori Relativismenya mewarnai  perkembangan fisika baru, kemudian berlanjut dengan temuan fenomena kuantrum oleh Max Planck (1858-1947).
Ilmu-ilmu alam lain, berkembang dengan latar perkembangan ilmu fisika, meliputi kimia, yang mengkaji perubahan bahan yang bersifat tetap, dipelopori oleh Antoine Laurent de Lavoisier (1743-1794) di Perancis, meskipun cikalbakal kimia sendiri Alkemi telah dikenal pada abad ke-3 di Persia (sekarang dikenal sebagai kawasan yang meliputi Negara Irak dan Iran, DM).  Kegiatan ilmu obat-obatan yang dikenalkan oleh peradaban Islam di Andalusia pada rentang abad ke-7-12, meskipun tak sepesat fisika dan kimia, memberikan sumbangan akan lahirnya ilmu-ilmu mengenai jasad hidup (biologi) yang  selanjutnya mengerucut pada kajian yang lebih khusus; tanaman (botani), hewan (zoology), uraian tubuh (anatomi), peredaran makanan (fisiologi) serta berkaitan dengan kelahiran (embriologi).  Pada abad ke-18, nama Louis Paster menjadi tonggak perkembangan biologi dengan temuan mengenai fenomena fermentasi yang disebabkan oleh jasad renik (mikroorganisme), sebagai cikal bakal mikrobiologi, ilmu mengenai kehidupan jasad renik.  Teknik yang dikembangkan untuk menghambat atau membunuh mikroorganisme dengan cara pemanasan diterapkan sampai sekarang dan dikenal sebagai pasturisasi.
Pada perkembangan hingga abad ke-20, si anak tiri sains kimia, justru menemukan momen dalam cabang kimia mengenai kehidupan, yaitu biokimia dengan penemuan molekul kehidupan, DNA (asam deoksiribonukleat) oleh James D Watson dan Compton Crick di Inggris pada tahun 1954.  Temuan DNA ini menjadi pemicu perkembangan ilmu biologi dan biokimia yang kini memakai baju baru; bioteknologi.  Abad ke-20-21 merupakan abad bioteknologi.  Hampir semua bidang kehidupan kini dirambah dan menerapkan jasa bioteknologi.
Menurut ABET (Accreditation Board of Engineering and Technology), badan akreditasi pendidikan tinggi teknik AS, ilmu rekayasa teknik didefinisikan sebagai penerapan ilmu-ilmu alam (sains) dan matematika dengan cara melakukan kajian, percobaan untuk mendayagunakan secara ekonomis material, dan sumberdaya alam untuk kesejahteraan manusia.
Perkembangan ilmu rekayasa dipacu, satu pihak oleh perkembangan ilmu dasar sebagai basis kegiatannya, dan di lain pihak dituntut oleh kebutuhan atau masalah masyarakat.  Tentu saja, peran lembaga pendidikan tinggi (universitas) terutama di bidang sains dan teknik, tak dapat diabaikan dalam saling kaitan perkembangan ilmu dasar, ilmu teknik, dan penerapannya, teknologi.
Engineering, teknik atau rekayasa, diturunkan dari bahasa Latin, ingeniator, yang berarti orang yang banyak akal, berbakat, yang di bahasa Perancis menjadi ingenieur,  Bahasa lain mengadopsinya menjadi ingeniur (Jerman), ingenuer (Belanda), serta engineer (Inggris) untuk orang yang berprofesi dalam bidang kerekayasaan yang kemudian di kosa kata Indonesia dikenal insinyur.  Di Negara Eropa daratan, lulusan pendidikan tinggi teknik dan pertanian disebut insinyur (Dipl INg, untuk Perancis dan Jerman, Ir untuk Bilanda), sedangkan pada sistem Anglo Saxon, dikenal Bachelor of Engineering (B-Eng).  Sampai dengan pertengahan tahun 1970-an, pendidikan tinggi teknik dan pertanian di Indonesia, yang pada awal berdirinya memang banyak meniru sistem umiversitas Belanda lulusannya diberi gelar insinyur (Ir).
Meskipun universitas pertama dikenal pada awal abad ke-12, di Salerno, Bologna, Italia dan Paris, serta kemudian di Oxford dan Cambridge, Inggris, sebagai pusat pembelajaran untuk bidang-bidang  teologi, hokum, dan kedokteran.  Pendidikan tinggi yang mempunyai kajian bidang rekayasa/teknik baru didirikan tahun 1676 di Perancis, sebagai sebuah Sekolah Politeknik (engineering school), ecole National des Ponts et Chauseees, di Paris yang khusus mencetak tenaga insinyur untuk pembangunan jalan raya dan jembatan.  Tahun 1794, didirikan Ecole Polytechnique.  Periode ini dianggap sebagai cikal bakal lahirnya ilmu teknik sipil (civil engineering).  Istilah sipil digunakan untuk membedakan pekerjaan-pekerjaan dilakukan seperti pembangunan jalan dengan penebangan pohon, jembatan untuk keperluan peperangan, militer.  Cakupan ilmu ini dikenal sebagai ilmu teknik militer atau Zeni (genie, bahasa Perancis).
Seperti telah diungkapkan sebelumnya, penemuan mesin uap oleh James Watt menjadi peletak dasar perkembangan teknik mesin (mechanical engineering).  Selanjutnya, temuan listrik oleh Faraday serta komunikasi melalui telegram oleh Bell menjadi tonggak perkembangan teknik kelistrikan (electricity and electrical engineering).
Perang dunia pertama (1911-1918), yang meluluh-lantakkan daratan Eropa dan menyengsarakan umat manusia, sebaliknya menjadi pemicu perkembangan teknik kimia (chemical engineering) di Jerman, yang antara lain dikembangkan uantuk memproduksi bahan-bahan kimia untuk sarana perang, juga untuk bangunan dan jalan (Johnston, et al, 2000).


Gambar 1.  Hubungan antara ilmu (sains), ilmu teknik/rekayasa dan teknologi

Kebutuhan industri akan bahan bakar (batubara), kemudian minyak serta diketahuinya sumber-sumber bahan bakar fosil (geologi dan kelautan), menjadi pemicu kelahiran teknik untuk pengambilan dan pemanfaatan sumberdaya bumi, muncullah teknik pertambangan (mining engineering).
Semasa perang dunia kedua, kebutuhan perancangan dan pengaturan logistik menjadi tumpuan para pengendali pasukan.  Para pakar matematika dan statistika berhasil mengembangkan suatu model untuk menentukan berbagai rencana militer, bidang ini dikenal sebagai operational research (penelitian operasional, PO) yang pada perkembangan selanjutnya banyak diterapkan untuk kegiatan industri dalam rangka melakukan optimasi proses atau perencanaan produk.  PO dan teknik optimasi menjadi pemicu lahirnya pendekatan kuantitatif dalam manajemen industri, yang kita kenal sebagai teknik industri.  Penerapan teknik-teknik komputasi, penelitian operasional, selanjutnya mengembangkan teknik industri ini dengan pendekatan kesisteman dan menjadi teknik sistem industri (industrial and systems engineering) pada paruh 1980-an (Turner,1987).
Perkembangan ilmu sistem banyak dipengaruhi oleh berbagai disiplin antara lain kibernetika (cybernetics) dari disiplin biologi, dipelopori oleh Bertalannfly (1975) yang menghasilkan teori sistem umum (general system theory).  Perkembangan teori sistem modern merupakan peningkatan besar dibidang teknik maupun intelektual pada abad ke-20.  Pendekatan bersistem membantu kita untuk berpikir melalui cara terorganisasi dan terstruktur, untuk semua aspek dari masalah atau penerapannya.  Pada beberapa bidang teknik dan ilmu, konsep sistem digunakan sebagai titik awal untuk analisis setiap masalah.
Memasuki abad ke-20 dan millenium ketiga, beberapa teknologi melesat sebagai bukti perkembangan ilmu seperti angkasa luar, bioteknologi, dan biomedis dengan landasan teknik aeronautika (aeronautical engineering) sekarang menjadi angkasa luar (aerospace), teknik biokimia (biochemical engineering), dan teknik computer (computer engineering), teknik telekomunikasi, dan teknik sistem.  Bidang baru yang berkembang antara lain teknik lingkungan (environmental engineering) yang berlandaskan teknik sipil dengan fokus yang kuat pada aspek lingkungan dan sistem, serta teknik biomedis (bioengineering).
Teknik pertanian (agricultural engineering), sebagai penerapan ilmu-ilmu teknik pada kegiatan pertanian, dapat dianggap sebagai hibrida antara ilmu terapan teknik (sipil, mesin, listrik, kimia, dll) dan ilmu terapan pertanian (dari botani, zoology, fisiologi, dll) muncul sebagai jawaban atas permasalahan yang dihadapi oleh manusia berkaitan dengan kebutuhan pangan, sandang dan papan.  Usaha tani skala besar pada areal yang luas tidak lagi mungkin dilakukan oleh tenaga manusia dan hewan.  Mekanisasi pertanian (agricultural mechanization) berkembang di AS dan Eropa pada abad ke-18 untuk memecahkan masalah tersebut, dari pengerjaan lahan, pengairan, penanaman, sampai pemanenan.  Kegiatan pascapanen dan penyimpanan, banyak menerapkan teknik sipil, mesin, dan listrik dalam kegiatan pertanian.
Dengan perkembangan ilmu yang pesat dan beragam, perkembangan ilmu teknik tidak bersifat monodisiplin atau mengikuti tata istilah biologi, bersifat sebagai spesies.  Banyak ragam bidang ilmu teknik kini merupakan sub-spesies atau hibrida dari antarbidang ilmu murni maupun terapan.  Sebagai contoh, bioteknologi adalah bidang multidisiplin, dari hibrida beragam ilmu terapan seperti teknik kimia/biokimia, elektro, fisika, mikrobiologi, dan kesehatan.


C. Komponen Teknologi

Pemahaman teknologi sering dikonotasikan sebagai peralatan fisik yang digunakan oleh industri atau perusahaan untuk melakukan kegiatan operasionalnya.  Padahal, fasilitas fisik tersebut tidak bernilai apa-apa tanpa campur tangan kemampuan manusia (seperti penggunaan tenaga otot, otak, dan penglihatan) dan kondisi lingkungan kerja (seperti kenyamanan kerja dan kesehatan). Oleh karena itu pemahaman terhadap teknologi hendaknya diperbaiki bahwa teknologi bukan hanya berupa sesuatu benda, tetapi juga berupa elemen-elemen pengetahuan, informasi, dan teknis manajemen.

Sharif (1993) menyatakan bahwa teknologi harus dilihat secara utuh dengan cara menguraikannya ke dalam empat komponen sebagai berikut;
1.    Perangkat keras (fasilitas berwujud fisik); misalnya traktor, computer, peralatan tangkap ikan, mesin pengolah makanan dan minuman, mesin pendingin.  Komponen tersebut disebut juga technoware yang memberdayakan fisik manusia dan mengontrol kegiatan operasional transformasi.
2.    Perangkat manusia (berwujud kemampuan manusia); misalnya keterampilan, pengetahuan, keahlian, dan kreativitas dalam mengelola ketiga komponen teknologi lainnya di bidang agroindustri/agribisnis.  Komponen tersebut disebut juga humanware yang memberikan ide pemanfaatan sumber daya alam dan teknologi untuk keperluan produksi.
3.    Peringkat informasi (berwujud dokumen fakta); misalnya website di internet, informasi yang diperoleh melalui telpon dan mesin facsimile, database konsumen produk agribisnis, informasi mengenai riset pasar produk agribisnis, spesifikasi mesin pengolah makanan, buku mengenai pemeliharaan mesin-mesin pertanian, jurnal-jurnal aplikasi teknologi mutakhir. 


































 Komponen di atas tersebut disebut juga infoware yang mempercepat  proses pembelajaran, mempersingkat waktu operasional, dan penghematan sumber daya
4.    Perangkat organisasi (berwujud kerangka kerja organisasi); misalnya struktur organisasi, fasilitas kerja, metode pendanaan, teknik negosiasi, hubungan lini antarmanajer, jaringan kerja (networking).  Komponen tersebut disebut juga orgaware yang mengkoordinasikan semua aktifitas produksi di suatu perusahaan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Masing-masing komponen tersebut mempunyai peranan yang sama penting dalam suatu teknologi, karena mengabaikan satu komponen saja dapat melemahkan teknologi yang akan diterapkan oleh suatu lembaga (misalnya perusahaan  agroindustri/agribisnis).  Keempat komponen tersebut dapat digambarkan dalam sebuah lingkaran yang konsentris dengan perangkat informasi (infoware) di pusat lingkaran.
Pada skema komonen teknologi dalat dilihat bahwa perangkat informasi (infoware) merupakan pengendali dari penerapan teknologi itu sendiri.  Bila dikaitkan dengan persaingan yang ketat di era globalisasi, maka pernyataan diatas tidaklah berlebihan.  Negara yang menguasai informasi yang lengkat dan terkini adalah yang akan menguasai teknologi.  Dalam bidang informasi agroindustri/agribisnis, Indonesia pada dasarnya tertinggal.  Namun demikian, Indonesia sebenarnya memiliki potensi agroindustri/agribisnis yang sangat besar dan informasi yang berkaitan dengan penelitian di bidang agroindustri/agribisnis yang cukup lengkap.  Sayangnya pengelolaan informasi tersebut belum professional.  Mungkin, ini juga salah satu penyebab rendahnya daya saing produk agroindustri/agribisnis Indonesia.  Database informasi yang berkaitan dengan agribisnis tersebut tidak hanya bermanfaat dalam skala makro saja, melainkan juga sangat dibutuhkan dalam lingkup perusahaan agroindustri/agribisnis.
Skema tersebut juga memberikan informasi mengenai unsur-unsur yang mencakup ada masing-masing komonen teknologi.  Unsur-unsur penyusun perangkat keras (technoware) adalah subsistem transformasi material (misalnya mesin pengolahan makanan dan minuman, mesin pengemasan produk, mesin pendingin) dan subsistem pengolahan informasi (misalnya computer, kalkulator, papan informasi di pabrik atau ruangan administrasi produksi, label produksi dan peralatan). 
  Unsur-unsur penyusun perangkat manusia (humanware) adalah hal-hal yang berhubungan langsung dengan tugas dan kewajiban pekerja (misalnya pengetahuan, keterampilan, dan keahlian mengenai hal-hal yang bersifat teknis bagi seorang teknisi) dan hal-hal yang dapat mendukung kemampuannya dalam berkarya atau bekerja (misalnya seorang teknisi memiliki kreativitas yang tinggi dalam pemecahan masalah/trouble shooting sehingga dapat menghemat pengeluaran biaya untuk mengganti kerusakan alat atau mesin.
Ada lima unsur yang menyusun perangkat organisasi (orgaware) yaitu konvensi kerja (misalnya adanya hukum ketenagakerjaan yang dibuat oleh pemerintah dan aturan kerja yang dibuat oleh perusahaan agroindustri/agribisnis, seingga segala permasalahan yang berkaitan dengan keorganisasian dapat diselesaikan secara hukum), organisasi kerja (misalnya adanya struktur organisasi dan job description yang jelas sehingga setiap karyawan di suatu perusahaan agribisnis dapat bekerja dengan teratur dan baik), fasilitas kerja (misalnya adanya kemudahan dalam mengikuti kegiatan pelatihan (training, kemudahan dalam pengeluaran biaya kesehatan), evaluasi kerja (misalnya adanya rapat mingguan/bulanan/tahunan untuk membahas kemajuan kinerja perusahaan dan pergerakan keuntungan yang dieroleh oleh suatu perusahaan agroindustr/agribisnis, dan modifikasi kerja (misalnya melakukan merger atau aliansi dengan perusahaan lain yang mempunyai kinerja yang baik dan teknologi yang tinggi sehingga kehiduan organisasi dapat lebih dinamis.
Perangkat informasi (infoware) tersusun atas unsur-unsur informasi yang berkaitan dengan ketiga komponen teknologi lainnya (technoware, humanware, dan orgaware).  Informasi mengenai buku manual peralatan, jadwal operasional di pabrik, dan diagram alur proses produksi adalah sebagai informasi yang berkaitan dengan technoware.  Informasi mengenai biodata karyawan, penilaian prestasi kerja karyawan, dan hasil psikotes karyawan adalah sebagian informasi yang berkaitan dengan humanware.  Adapun informasi mengenai buku hokum ketenagakerjaan dari pemerintah, buku aturan kerja perusahaan, surat kontrak kerja karyawan, laporan keuangan perusahaan, dan catatan prosedur kerja adalah sebagian informasi yang berkaitan dengan organisasi.
Keempat komponen teknologi tersebut berinteraksi secara dinamis dan sumultan dalam rangka menyukseskan kinerja perusahaan.  Dalam konteks bisnis, ada serangkaian pilihan, mulai dari teknologi dengan tingkat kecanggihan minimal sampai dengan teknologi dengan tingkat kecanggihan maksimum (state-of-theart), pada setiap komponen teknologi tersebut.  Menurut Sharif (1993), pilihan teknologi yang diambil tergantung pada (1) kinerja perusahaan untuk memenuhi permintaan pasar; (2) hubungan timbale balik diantara kecanggihan keempat komponen teknologi yang dimiliki perusahaan; dan (3) sumberdaya yang tersedia di perusahaan.
Sharif (1993) menyatakan bahwa komponen teknologi sangat berperan penting dalam menentukan kadar teknologi suatu produk atau proses.  Kompbinasi yang unik dari keempat komponen teknologi dalam suatu aktivitas produksi akan menambah kadar teknologi suatu input (bahan mentah), sehingga output(produk akhir) yang dihasilkan akan mempunyai nilai tambah (value added).  Output (produk akhir) yang sama dapat juga dihasilkan dengan kombinasi keempat komponen teknologi yang berbeda.  Dengan demikian, kepentingan relative dari keempat komponen teknologi tergantung pada jenis perubahan produksi dan tingkat kerumitan operasional perusahaan.  Teknologi merupakan sala satu faktor yang menentukan daya saing suatu perusahaan.
Dalam bidang agroindustri/agribisnis, proses perubahan input menjadi output tersebut penting sekali.  Ikan lemuru yang ditangkap dari laut Indonesia bagian timur menjadi bertambah kadar teknologi setelah menjadi ikan kaleng.  Produk akhir ikan lemuru kaleng tersebut menjadi berbeda kadar teknologinya antara perusahaan satu  dan perusaaan yang lainnya, jika kombinasi komonen teknologi yang digunakan oleh masing-masing perusahaan berbeda.  Perusahaan A misalnya, lebih menekankan pada kesegaran ikannya, sehingga perusahaan tersebut menggunakan kombinasi komponen teknologi dengan persentase technoware dan orgaware lebih besar dari kedua komponen teknologi lainnya.  Perusahaan A menggunakan kapal penangkap ikan yang sekaligus sebagai pabrik pengalengan ikan yang canggih (dengan mengeluarkan biaya investasi kapal yang cukup besar), sehingga kesegaran ikan lemuru dalam produk akhirnya benar-benar terjaga.  Sementara perusahaan B, misalnya lebih menekankan pada diversifikasi ukuran dan bentuk kemasan produk ikan kalengnya, sehingga perusahaan ini menggunakan kombinasi komponen teknologi dengan persentasi technoware dan infoware yang lebih besar daripada kedua komponen teknologi lainnya.  Perusahaan B menggunakan mesin pengemasan yang canggih untuk produk ikan lemuru kaleng berukuran 250 fram dan 500 gram dengan bentuk kaleng oval dan silinder, karena berdasarkan riset pasarnya konsumen sangat menginginkan kemasan berbentuk oval dan bentuk oval dalap menghemat tempat penyimpanan di gudangnya.  Dari ilustrasi diatas, dapat disimpulkan bahwa produk akhir yang sama dapat diperoleh dengan menggunakan kombinasi komponen teknologi yang berbeda.
Walaupun kombinasi komponen teknologi yang digunakan oleh masing-masing perusahaan itu berbeda-beda, tetap saja prinsip penambahan kadar teknologi pada input tergantung pada persediaan sumber daya fisik, kualitas sumber daya manusia, kegunaan informasi, dan keefektifan manajemen,  Pengembangan tingkat kecanggihan komponen teknologi secara langsung juga akan meningkatkan penambahan kadar teknologi output-nya.
Menurut  Sharif (1993), pengembangan tingkat kecanggihan komponen teknologi biasanya dilakukan melalui dua cara, yaitu (1) investasi teknologi baru kedalam sebuah sistem saat ini; dan (2) investasi teknologi baru kedalam sistem yang ada saat ini.  Komponen teknologi technoware dan orgaware biasanya berubah melalui sebuah proses lompatan nonlinear dari generasi sekarang ke generasi berikutnya (berbentuk huruf S).  Sementara itu, komponen teknologi humanware dan infoware malakukan perubahan yang incremental (penambahan ke dalam sistem saat ini).
Technoware berubah melalui sebuah proses substitusi antara yang lama dengan yang baru.  Seorang petani yang mempunyai lahan seluas dua hektar akan menggantikan alat bajak yang sudah usang dengan traktor yang modern.  Adapun humanware berubah melalui sebuah proses pembelajaran hal-hal baru.  Pengetahuan keahlian, dan keterampilan yang dimiliki oleh manusia akan semakin bertambah sejalan dengan proses pembelajaran yang diperoleh.  Ilmu yang telah diperoleh tidak mungkin dihapus begitu saja dengan tambahnya ilmu baru.  Selanjutnya, infoware berubah melalui sebuah proses perkembangan persiapan dan jaringan kerja.  Sebuah perusahaan agribisnis biasanya melalui suatu organisasi yang kecil dulu(misalnya; koperasi, CV, Firma) sebelum berkembang menjadi perusahaan agribisnis yang besar dan terintegrasi dari hulu sampai hilir (misalnya PT dan PT Persero).
Dari penjelasan perkembangan komponen teknologi di atas dapat disimpulkan bahwa secara umum kecanggihan technoware berkaitan dengan peningkatan kerumitan proses transformasi fisik, kecanggihan himanware menunjukkan peningkatan kompetensi, kecanggihan infoware mewakili peningkatan penggunaan informasi yang tersedia; dan kecanggihan orgaware menghasilkan peningkatan kinerja dan cakupan usaha.
Dalam kondisi tertentu suatu perusahaan dapat melakukan lompatan teknologi.  Namun demikian, lompatan teknologi hanya dapat dilakukan melalui investasi yang besar dan terencana baik.  Lompatan teknologi tersebut biasanya terjadi pada technoware.  Diantara keempat komponen teknologi, humanware adalah komponen teknologi yang terpenting dan mutlak diperlukan dalam mengatasi permasalahan yang terjadi pada penerapan technoware baru.
Menurut Sharif (1993), lompatan taknologi dapat dilakukan melalui dua cara, yakni (1) proses perubahan teknologi berjalan lambat dan tidak ada terobosan teknologi di dalamnya dan (2) proses perubahan teknologi berjalan sangat cepat dan melakukan lompatan beberapa tahap dalam lingkungan tertentu.  Lompatan teknologi dalam technoware mungkin saja terjadi secara langsung; jika humanware, infoware, dan orgaware berkembang dengan baik.  Dengan humanware yang canggih tidaklah sulit untuk membuat rekayasa teknologi.  Lompatan teknologi dalam humanware secara tidak langsung hanya mungkin terjadi dengan cara memadatkan periode pembelajaran dan mempunyai kompetensi yang sangat tinggi.  Lompatan teknologi dalam infoware tidak mungkin terjadi karena informasi yang akan menyediakan perkembangan teknologi yang terbaru tidak akan dipublikasi.  Lompatan teknologi dalam kerangka kerja organisasi relative lebih mudah terjadi, tetapi adaptasi organisasi yang tinggi sangat diperlukan jika ingin efektif.
Pada gambar di bawah  diperlihatkan urutan kecanggihan masing-masing komponen teknologi.  Urutan masing-masing teknologi di atas berbeda-beda pada setiap bidang.  Gambar tersebut memperlihatkan kecanggihan komponen teknologi yang memungkinkan saja terjadi di semua bidang.  Gambar tersebut dapat dijabarkan dalam bidang agribisnis, misalnya sector perikanan, sebagai berikut :






Gambar 2. Contoh Kecanggihan Komponen Teknologi



1.    Perkembangan kecanggihan technoware
Pada awalnya, fasilitas keperluan umum yang dimiliki nelayan primitive adalah alat tangkap ikan dan perahu yang sederhana.  Kemudian, mereka beralih menggunakan alat tangkap khusus misalnya alat tangkap ikan tuna/cakalang, es batu untuk mengawetkan hasil tangkapannya, dan perahu bermotor.  Setelah itu, peralatan mereka dilengkapi dengan mesin pendingin yang mempunyai pengatur suhu dan kapal bermotor.  Akhirnya mereka memiliki kapal penangkap ikan tuna/cakalang, yang juga merupakan pabrik pengalengan ikan.

 2.  Perkembangan kecanggihan infoware
      Awalnya nelayan primitive hanya memiliki informasi tentang cara menangkap ikan dari leluhurnya secara turun-temurun.  Kemudian, mereka memperoleh informasi teknis khusus tentang cara menangkap ikan yang lebih baik dari penyuluh di desa mereka.  Setelah itu, mereka memperoleh informasi mengenai evaluasi biaya dari buku atau dari bangku akademis.  Evaluasi biaya tersebut digunakan oleh mereka untuk menghitung dan menilai perkembangan usaha tangkapan ikannya.  Akhirnya, informasi tentang penelitian terakhir mengenai pengolahan ikan mereka peroleh melalui jurnal-jurnal ilmiah, seminar, atau internet untuk meningkatkan mutu produk olahan ikannya.  Dalam hal ini, para nelayan mulai menggunakan informasi untuk berkreasi atau menciptakan hal-hal baru yang dapat menunjang perkembangan usahanya.
3.   Perkembangan kecanggihan organoware
      Nelayang primitive mulai bekerja menangkap ikan hanya berdasarkan pengalaman nenek moyangnya saja bersama keluarganya.  Kemudian dengan semakin berkembangnya proses pembelajaran mereka mulai dapat bekerja sama dengan pihak lain dengan mengandalkan diri pada penelitian terhadap gejala-gejala alam yang ada.  Setelah itu, dengan semakin majunya informasi mereka mulai menggunakan sistem komputerisasi sebagai atal untuk mengefisienkan aktifitas.  Akhirnya mereka mampu mengandalkan jaringn kerja yang mapan untuk mengembangkan usaha tangkapan ikannya.
4.   Perkembangan kecanggihan humanware
     Kemampuan dasar yang dimiliki nelayan pada awalnya pada awalnya hanya kemampuan penangkap ikan berdasarkan warisan leluhurnya.  Seiring dengan perkembangan zaman, pengetahuan mereka bertambah dan mulai memahami mengenai daerah mana yang terdapat banyak ikan berdasarkan gejala-gejala alam.  Kemudian kemampuan mereka mulai bertambah lagi karena mereka sudah dapat menilai mutu ikan tangkapannya.  Akhirnya, mereka dapat berkreasi dengan menciptakan produk olehan ikan tangkapan tersebut sehingga berdaya jual tinggi.

Kombinasi yang unik dari keempat komponen teknologi sangat mempengaruhi penguasaan teknologi yang dimiliki oleh suatu perusahaan dalam mencapai tujuan bisnisnya.  Dari keempat komponen teknologi tersebut, indikator kecanggihan teknologi yang dapat dilihat secara kasat mata adalah technoware dan orgaware.  Kecanggihan technoware dapat diraih jika perusahaan tersebut didukung oleh tingkat kemampuan humanware dan infoware yang tinggi.


III.  ARTI DAN RUANG LINGKUP TEKNOLOGI PERTANIAN


Dalam perkembangan kebudayaan manusia, dari masa prasejarah sampai era manusia modern, mengalami beberapa tahapan peradaban.  Pada awal peradaban kuno, manusia berkelompok dan hidup dengan cara berpindah-pindah (nomaden) dari satu tempat ke tempat lain.  Kebutuhan makanan dipenuhi dengan cara mengumpulkan buah-buahan, biji-bijian, atau hasil pertanian lain yang dapat dimakan, atau menangkap hewan.  Pada era kebudayaan berpindah dan berburu ini, kelompok atau suku manusia telah mengenal apa yang kita kenal sekarang sebagai teknologi cara membuat senjata dari batu, masa kebudayaan itu dikenal sebagai zaman batu kuno (paleotikum).
Peralihan dari zaman batu kuno ke zaman batu baru (neolitikum) dimulai dengan semakin bertambahnya anggota keluarga kelompok tersebut sehingga kehidupan berpindah sangat merepotkan.  Selain itu, daya dukung lingkungannya semakin tidak mencukupi dan tidak dapat memberikan hasil alam untuk bahan makanan.  Menurut naskah kuno, terungkap bahwa sekitar 10.000-8.000 tahun SM masyarakat di daratan Cina, yang berdiam di lembah Sungai Kuning, mulai mengenal cara bercocok tanam juwawut dengan mengolah tanah menggunakan alat pengolah tanah berupa sebilah kayu yang ditajamkan dan ditempelkan ada suatu tongkat.  Kebudayaan itu diduga sebagai awal dikenalkannya kegiatan pertanian, dalam arti  bercocok tanam, sekaligus enggunaan teknologi pertanian berupa pembuatan alat pengolahan tanah.  Pada era yang lebih muda, sekitar 6.000-4.000 tahun SM masa keemasan terjadi pada kehidupan masyarakat Babilonia, di lembah sungan Eufrat dan Tigris dengan kebudayaan bertani dan beternak.  Teknologi pertanian dikenalkan dengan menciptakan shadoof, jentera terbuat dari kayu untuk menaikkan air (Nasoetion, 2003).
Perkembangan pertanian juga diiringi dengan perkembangan teknologi awal untuk membantu kegiatan tersebut seperti alat pengolah tanah, jentera penarik air, dan alat pemanen.  Periode ini sejalan dengan zaman Logam, dimana teknik peleburan tembaga dan emas telah dikenal di Timur Tengah pada 5000 SM.  Penemuan perak di kawasan Timur Tengah dan juga di daratan Cina dan Thailand merupakan tonggak zaman Perak.  Demikian pula teknologi bangunan dilakukan dalam pembuatan rumah dengan bata atau batu, baik untuk kediaman atau untuk upacara agama seperti piramida dan candi, atau tempat penimpanan hasil panen pertanian.

A.           Arti dan Lingkup Pertanian

Peradaban pertanian, bercocok tanam dan beternak yang pada awal hanya untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari atau subsisten-pada perkembangan berikutnya sejalan dengan perubahan kehidupan masyarakat yang bercorak perdagangan, berangsur-angsur berubah menjadi kegiatan yang dijualbelikan.  Corak kegiatan ini dianggap sebagai cikal-bakal usaha tani, yang meskipun  diusahakan oleh rumah tangga, tetapi hasil panenan dan ternak ditujukan untuk dijualbelikan.
Pola usaha pertanian yang bercorak sebagai perkebunan dikenalkan oleh penjajah Belanda, pada abad ke-15.  Sarikat perdagangan Belanda yang bernama VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie, Sarikat Hindia Timur) yang pada awal kedatangan ke Nusantara adalah untuk berdagang rempah-rempah, berubah bentuk menjadi pemerintahan jajahan dan menjadikan nusantara sebagai pemupuk modal dari tanaman rempah-rempah.  Dalam rangka mendukung program kolonialisme ini untuk menyediakan sumber bahan mentah bagi perindustrian di negeri Belanda pemerintah Hindia Timur mendirikan perusahaan erkebunan di wilayah Indonesia terutama Jawa dan Sumatra, untuk tanaman the dan kina.  Selanjutnya, dikembangkan perkebunan kopi, kelapa sawit, tembakau, dan tebu.  Usaha perkebunan itu dapat disebut sebagai cikal-bakal agroindustri di Indonesia.
Sepanjang abad ke-19 dan pertengahan abad de-20, produk perkebunan Indonesia sangat terkenal di pasaran dunia sebagai produk berkualitas tinggi, van Oost Indie.  Beberapa di antaranya malah mempunyai merek dagang daerah asal, seperti tembakau deli, kina gambung, dan teh jawa.  Dari komoditas perkebunan ini pula, pada era tahun 1960-1970 kemajuan perekonomian Indonesia ditopang dengan devisa yang dihasilkan dari ekspor komoditas perkebunan.
Sebelumnya telah diutarakan sejarah perkembangan pertanian, berawal dari peradaban masyarakat kuno yang menanam bahan untuk penyediaan kebutuhan makanan bagi keluarga sampai dengan usaha pertanian sebagai kegiatan bisnis dan industri.
Usaha pertanian pada dasarnya bersandar pada kegiatan penyadap energi surya agar menjadi energi kimia melalui peristiwa fotosintesis (Nasoetion, 2003).  Hasil fotosintesis ini kemudian menjadi bagian tumbuhan dan hewan yang dapat dijadikan manusia sebagai bahan pangan, sandang dan papan, sumber energi, serta bahan baku industri.  Untuk menghasilkan bahan-bahan organik itu, tumbuhan dan hewan harus dapat hidup di dalam suatu lingkungan yang terdiri atas tanah, air, dan udara pada suatu iklim yang sesuai.
Perkembangan usaha pertanian yang bersifat subsisten menjadi kegiatan yang dikelola secara bisnis terjadi pada awal abad ke-20 di Eropa dan Amerika dengan penerapan prinsip manajemen seiring dengan berkembangnya ilmu usaha tani (farm management).  Ilmu usaha tani adalah ilmu terapan yang membahas atau mempelajari mengenai pembuatan atau pendayagunaan sumberdaya secara efisien pada suatu usaha pertanian.  Sesuai dengan kelahiran ilmu usaha tani, kegiatan yang ditelaah pada umumnya berskala besar dengan padat teknologi.  Kegiatan usaha tani di Asia dipelopori oleh para ahli Taiwan yang menerapkan pada skala usaha yang lebih kecil.  Oleh karena itu, walaupun usaha petani-petani Asia itu  berskala kecil, tetapi prinsip-prinsip bisnis telah diterapkan.  Dalam kegiatan usaha ini ditandai dengan pendekatan biaya, pendapatan, interaksi antara modal dan tenaga kerja (Prawirokusumo, 1990).

Pada perkembangan lebih lanjut, ilmu usaha tani lebih popular dengan sebutan agribisnis (Baharsyah, 1993, Soekartawi, 1991).  Menurut Arsyad, et al (1985), agribisnis merupakan kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil, dan pemasaran yang ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas.  Berdasarkan batasan tersebut, ranah agribisnis dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu
  1. kegiatan hulu - kegiatan usaha yang menyediakan/menghasilkan sarana-prasarana bagi kegiatan pertanian
  2. kegiatan pertanian  yang meliputi penyiapan lahan, bibit, penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan;
  3. kegiatan hilir - kegiatan usaha yang menggunakan hasil pertanian sebagai masukan/pengolahan hasil pertanian serta pemasaran dan perdagangan.

Dalam pengertian yang lebih umum, kegiatan usaha pengolahan hasil pertanian dikenal dengan agroindustri, yang dipopulerkan oleh Austin (1981).  Menurut Austin,”…agroindustri adalah kegiatan usaha yang memproses bahan nabati (berasal dari tanaman) atau hewani (berasal atau dihasilkan dari/oleh hewan termasuk ikan)…” Proses yang diterapkan mencakup perubahan dan pengawetan melalui perlakuan fisik atau kimiawi, penyimpanan, pengemasan, dan distribusi.  Produk yang dihasilkan dari agroindustri dapat merupakan produk akhir siap dikonsumsi atau digunakan oleh manusia ataupun sebagai produk yang merupakan bahan baku untuk industri lain.
Dalam kaitan dengan pembangunan suatu Negara agraris, seperti Indonesia, pembangunan agroindustri oleh para ahli diyakini sebagai fase pertumbuhan yang dilalui untuk menuju ke tahapan industri.

B.           Lingkup Teknologi Pertanian
Pada uraian mengenai lingkup teknologi yang telah dijelaskan, selintas telah disinggung mengenai arti teknologi pertanian, yaitu sebagai penerapan dari ilmu-ilmu teknik kepada kegiatan Pertanian. 
Secara lengkap dari aspek ranah keilmuan, teknologi pertanian dapat diuraikan sebagai suatu penerapan prinsip-prinsip matematika dan sains alam dalam rangka pendayagunaan secara ekonomis sumberdaya pertanian dan sumberdaya alam untuk kepentingan kesejahteraan manusia.
Soeprodjo (1994) waktu itu Sekretaris Konsorsium Ilmu Pertanian, Dikti, Depdikbud memberikan definisi dari pendekatan falsafah teknologi pertanian sebagai ilmu pengetahuan praktik-empirik yang bersifat pragmatik finalistik, dilandasi pahan mekanistik-vitalistik dengan penekanan pada obyek formal kerekayasaan dalam pembuatan dan penerapan peralatan, bangunan lingkungan, sistem produksi serta pengolahan dan pengamanan hasil produksi.
Pertanian sebagai suatu subsistem dalam kehidupan manusia bertujuan untuk menghasilkan bahan nabati dan hewani termasuk biota akuatik (perairan) dengan penggunaan sumberdaya alam dan perairan secara efektif dan efisien dalam rangka untuk mencapai kesejahteraan hidup manusia dan kelestarian daya dukung lingkungan.  Obyek formal dari ilmu pertanian budidaya reproduksi dalam focus 1) budidaya; 2) pemeliharaan; 3)pemungutan hasil dari fauna dan flora; 4) peningkatan mutu hasil panen yang diperoleh; 5) penanganan, pengolahan, dan pengamanan hasil; serta 6) pemasaran hasil.  Oleh karena itu, secara luas cakupan teknologi pertanian meliputi berbagai penerapan ilmu teknik pada cakupan obyek formal, dari budidaya sampai pemasaran.  Berdasarkan pada obyek formal pertanian tersebut, dapat disusun pemilahan teknologi pertanian, baik secara epistemologis ataupun penerapan (aksiologis).
Berdasarkan pendekatan tersebut maka pemilahan dapat mencakup teknologi pertanian yang aksiologisnya pada kegiatan penyiapan sumberdaya (lahan untuk penanaman, kolam), budidaya, pemeliharaan sampai pemanenan,  Pilahan kedua, berfokus pada teknologi untuk penanganan, pengolahan, dan pengamanan hasil.  Kelompok ketiga merupakan teknologi untuk kegiatan transportasi dan pemasaran hasil pertanian.

1.    Teknik Pertanian (agricultural engineering)
Pada pilihan pertama, masuk teknik pertanian, yang merupakan pemahaman baru aspek teknik tentang bagaimana dan mengapa cara bekerjanya berikut penjelasan secara ilmiah tentang manipulasi budidaya reproduksi pertanian (sumberdaya hayati dan biofisik lingkungan).  Terminologi teknik pertanian sebagai padanan agricultural engineering dikenalkan di Indonesia pada paruh 1990-an, bersamaan dengan pengenalan dan penggunaan traktor untuk program intensifikasi pertanian.  Soeprodjo (1994) membuat rumusan keilmuan mengenai teknik pertanian sebagai berikut; ilmu praktik-empirik yang bersifat pragmatik finalistik yang dilandasi faham mekanistik vitalistik dalam penerapan produksi dan pemanfaatan biomassa dengan menekankan pada obyek formal kerekayasaan dalam pengadaan peralatan, bangunan pengendalian lingkungan dan sistem produksi.
Bidang cakupan teknik pertanian antara lain sebagai berikut,
-          Alat dan mesin budidaya pertanian, mempelajari dan bergiat dalam penggunaan , pemeliharaan, dan pengembangan alat dan mesin budidaya pertanian.
-          Teknik tanah dan air, menelaah persoalan yang berhubungan dengan irigasi, pengawetan dan pelestarian sumber tanah dan sumberdaya air.
-          Energi dan elektrifikasi pertanian, mencakup prinsip-prinsip teknologi energi dan daya seta penerapannya untuk kegiatan pertanian.
-          Lingkungan dan bangunan pertanian, mencakup masalah yang berkaitan dengan perancangan dan konstruksi bangunan khusus untuk keperluan pertanian, termasuk unit penyimpanan tanaman dan peralatan, pusat pengolahan dan sistem pengendalian iklim serta sesuai keadaan lingkungan.
-          Teknik pengolahan pangan dan hasil pertanian, penggunaan mesin untuk menyiapkan hasil pertanian, baik untuk disimpan atau digunakan sebagai bahan pangan atau penggunaan lain.
Perkembangan ilmu sistem pada tahun 1980-an memberikan imbas pada bidang teknik pertanian, dengan berkemabangnya ranah sistem dan manajemen mekanisasi pertanian, yang merupakan penerapan manajemen dan analisis sistem untuk penerapan mekanisasi pertanian.
Penerapan ilmu sistem secara lebih khusus sangat menopang perkembangan teknologi pertanian sebagai kegiatan industri, dalam cabang/subspecies atau bahkan hibrida ilmu teknik sistem industri (industrial system engineering), yang dikemudian hari menjadi landasan teknologi industri pertanian (Mangunwidjaja, 1998).
Perkembangan berikutnya, pada abad ke-20 menuju abad ke-21 berkaitan dengan ilmu komputasi, teknologi pembantu otak dan otot lewat sistem control, sisem pakar, kecerdasan buatan (AI, artificial intelegency) berupa penerapan robot pada sistem pertanian, menjadikan teknik pertanian berkembang menjadi sistem teknik pertanian (agricultural systems engineering) dengan beberapa cabang antara lain precission farming. Obyek formalnya sendiri yang berupa kegiatan reproduksi flora dan fauna serta biota akuatik, didekati lebih luas sebagai sistem hayati/biologis (biological systems) dengan orientasi pemecahan masalah pertanian secara holistik dan kompleks dengan pendekatan bersistem.  Dalam pendekatan ini sumberdaya hayati berupa mikroba (mikroorganisme) ikut dijadikan obyek formal dalam produksi dan peningkatan biomassa.  Di beberapa perguruan tinggi di Amerika Serikat dan Jepang, program-program studi atau departemen yang dulu bernama Teknik Pertanian kini berganti baju dengan nama Teknik Sistem Biologis (Biological System Engineering).

2. Teknologi Hasil Pertanian
Sebagaimana pilihan pertama, pada kegiatan pascapanen dan pengolahan hasil pertanian, juga tidak luput dari pengaruh perkembangan ilmu-ilmu dasar dan ilmu teknik serta manajemen.  Teknik kimia, dan pada perkembangan selanjutnya teknik biokimia, menjadi landasan dari teknologi pengolahan hasil pertanian atau teknologi proses, yang mempelajari penerapan prinsip-prinsip kimia/biokimia, fisika dalam penanganan, pengolahan, dan peningkatan nilai tambah hasil pertanian.  Hasil pertanian (nabati atau hewani) sebagai hasil olahan sesuai penggunaannya dapat merupakan bahan pangan untuk dikonsumsi langsung maupun bahan non-pangan yang digunakan untuk bahan baku industri.
Bahan pangan sebagai salah satu kebutuhan primer manusia, sangat intensif dijadikan kajian sebagai obyek formal ilmu teknik dan ditopang dengan tuntunan industri, terutama di Negara maju.  Kondisi ini melahirkan subspecies atau bahkan hibrida dari teknologi proses, yaitu teknologi pangan, yang merupakan penerapan ilmu dasar (kimia, fisika, dan mikrobiologi) serta prinsip-prinsip teknik (engineering), ekonomi dan manajemen pada seluruh mata rantai penggarapan bahan pangan dari sejak dipanen sampai menjadi hidangan (Anonim, 2003).  Definisi lebih awal dikemukakan oleh Livingstone dan Solberg (1978) yang mengemukakan teknologi pangan merupakan penerapan ilmu dan teknik pada penelitian, produksi, pengolahan, distribusi, penyimpanan pangan berikut pemanfaatannya.  Ilmu terapan yang menjadi landasan pengembangan teknologi pangan, meliputi ilmu pangan, kimia pangan, mikrobiologi pangan, fisika pangan, dan teknik proses.
Ilmu pangan merupakan penerapan dasar-dasar biologi, kimia, fisika dan teknik dalam mempelajari sifat-sifat bahan pangan, penyebab kerusakan pangan, dan prinsip-prinsip yang mendasari pengolahan Powrie (1977) mendefinisikan ilmu pangan sebagai pengetahuan tentang sifat-sifat kimia, fisika, structural, nutrisional, toksikologik, mikrobiologis, dan organoleptik dari bahan pangan serta perubahan-perubahan yang terjadi selama penanganan bahan mentah, pengolahan, pengawetan, dan penyimpanan.
Kimia pangan mencakup aspek  dasar, penerapan, dan pengembangan dalam penentuan komposisi kimiawi secara kualitatif dan kuantitatif dan telaahan reaksi kimia/biokimia yang terjadi sejak bahan dipanen sampai siap dikonsumsi.
Mikrobiologi pangan mencakup penelaahan mikroba yang berperan dalam kerusakan, penanganan dan pengawetan bahan pangan, sanitasi, penerapan mikrobiologi di industri serta aspek keamanan pangan (food safety).  Perkembangan bioteknologi yang pesat di tahun 1980-an menjadi wahana yang sangat tepat bagi penerapannya di pangan dan dikenal sebagai bioteknologi pangan yang memfokuskan pada penerapan bioproses untuk produksi, pengawetan, atau peningkatan nilai tambah pangan.
Penelaahan tentang nutrisi pangan dan metabolisme yang terjadi pada bahan pangan yang dikonsumsi oleh manusia menjadi cakupan gizi pangan.  Bidang ini juga mempelajari dan mengembangkan teknik evaluasi gizi pangan secara in vivo maupun in vitro, evaluasi toksisitas, zat anti gizi alami, seta bahan pangan dan upaya penanganannya.

3.  Teknologi Industri Pertanian
Kegiatan hilir dari pertanian, berupa penanganan, pengolahan, dan distribusi serta pemasaran yang semula secara sederhana tercakup dalam teknologi hasil pertanian, berkembang menjadi lebih luas dengan pendekatan dari sistem industri.  Perkembangan ini sejalan dengan perkembangan disiplin teknik industri (industrial engineering).  Di Indonesia, teknik industri berkembang pesat di  paruh 1980-an, meskipun embrio teknik industri sejak tahun 1958 telah dirintis sebagai bagian dari  teknik mesin di ITB (Taroepratjeka, 2001).  Teknik industri sendiri pada perkembangannya menjadi teknik sistem industri (industrial system engineering) yang diterapkan untuk obyek formal kegiatan atau sistem agroindustri melahirkan teknologi industri pertanian menjadi bidang ketiga pada lingkup teknologi pertanian.  Teknologi industri pertanian secara formal dijadikan kajian ilmiah dengan rintisan pembukaan jurusan Teknologi Industri Pertanian, di Fakultas Teknoogi Pertanian, IPB tahun 1981 (Anonim, 1983).
Kegiatan penanganan, pengolahan, distribusi, dan pemasaran hasil pertanian dengan konsep peningkatan nilai tambah selanjutnya kita kenal sebagai agroindustri.  Dengan demikian, teknologi industri pertanian didefinisikan sebagai disiplin ilmu terapan yang menitikberatkan kepada perencanaan , perancangan, pengembangan, evaluasi suatu sistem terpadu (meliputi manusia, bahan, informasi, peralatan dan energi) pada kegiatatan agroindustri untuk mencapai kinerja (efisiensi dan efektivitas) yang optimal.  Sebagaimana “ayah kandung”-nya teknik proses dan teknik industri, disiplin ini menerapkan matematika, fisika, kimia/biokimia, ilmu-ilmu social ekonomi, prinsip-prinsip dan metodologi dalam menganalisis dan merancang agar mampu memperkirakan dan mengevaluasi hasil yang diperoleh dari sistem terpadu agroindustri (Anonim, 1983, 1998).
Sebagai panduan dari dua disiplin, teknik proses dan teknik industri dengan obyek formalnya adalah pendayagunaan hasil pertanian.  Teknologi industri pertanian memunyai sub-spesies/bidang kajian meliputi sebagai berikut;
-          Sistem teknologi proses industri pertanian, kegiatan yang berkaitan dengan perancangan, instalasi, dan perbaikan suatu sistem terpadu yang terdiri atas bahan, sumberdaya, peralatan, dan energi pada pabrik agroindustri
-          Manajemen industri, kajian yang berkaitan dengan perencanaan, pengoperasian dan perbaikan suatu sistem terpadu (manusia, bahan, sumberdaya, peralatan, energi) pada pemasalahan sistem usaha agroindustri.
-          Teknoekonomi agroindustri, kajian yang berkaitan dengan perencanaann analisis dan perumusan  kebijakan suatu sistem terpadu (manusia, bahan, sumberdaya, peralatan, energi) pada permasalahan sector agroindustri.
-          Manajemen mutu, penerapan prinsip-prinsip manajemen (perencanaan, penerapan, dan erbaikan) pada bahan (dasar, buku), sistem pemroses, produk, dan lingkungan untuk mencapai taraf mutu yang ditetapkan.

Sebagai sub-spesies baru pada teknologi pertanian, teknologi industri pertanian terus berkembang dengan tanpa lepas dari kemajuan ilmu lain, terutama ilmu sistem, komputer, serta ilmu dasar, terutama biokimia yang melandasi transformasi hasil pertanian menfadi produk bernilai tambah tinggi.  Demikian pula tuntutan pengembangan industri yang ramah lingkungan serta produksi bersih (cleaner production) termasuk dalam kegiatan agroindustri sebagai obyek formalnya dan meniscayakan perlunya aspek lingkungan dijadikan gatra pada teknologi industri pertanian.